Pandemi COVID-19 dan Transformasi Digital

Abstrak

COVID-19 memaksa pemerintah dan banyak perusahaan mempercepat proses transformasi digital yang selama ini berjalan lambat atau bahkan belum dijalankan sama sekali. Keharusan menggunakan berbagai fasilitas daring membuat banyak pihak merasakan kenyamanan dan kemudahan yang dihasilkan oleh transformasi digital. Teknologi yang mendukung transformasi digital sebenarnya telah tersedia cukup lama, dan pandemi COVID-19 mempercepat (accelerate) penerapannya. Apa saja transformasi digital yang kita rasakan selama pandemi ini? Apakah penerapannya akan berlanjut setelah pandemi ini berakhir? Artikel ini akan membahas hal-hal ini secara ringkas.

 

Memasuki bulan-bulan pertama pandemi COVID-19, meme ini beredar di media sosial:

Meme ini meringkas satu kenyataan baru selama pandemi ini: semua perusahaan dipaksa (atau terpaksa) melakukan transformasi digital agar tetap bisa hidup dan berfungsi ketika hampir semua jalur tatap muka ditutup. Kantor-kantor yang ditutup harus mencari cara digital untuk melakukan pertemuan bisnis. Toko-toko yang ditutup harus mencari cara digital untuk berjualan. Sekolah-sekolah yang ditutup harus mencari cara digital untuk mengajar. Dan masih banyak lagi transformasi digital di luar hal yang biasa kita bayangkan sebelumnya.

Berikut adalah beberapa transformasi digital yang terjadi selama pandemi covid-19 ini. Ada beberapa yang berdasarkan pengalaman saya membantu customer, ada juga beberapa berdasarkan pengalaman pribadi saya dan keluarga. Hampir semuanya memanfaatkan teknologi yang sudah sejak beberapa tahun yang lalu, tapi penggunaannya meningkat pesat selama pandemi ini.

Bekerja dari Rumah (Work from Home)

WFH (Work from home) masih sering menjadi trending topic di media sosial, bahkan sampai sekarang. Bekerja dari rumah terpaksa dilakukan karena kantor-kantor dilarang beroperasi, kecuali untuk industri tertentu. Solusi-solusi WFH sebenarnya sudah cukup lama ada, akan tetapi agak lambat diterima oleh perusahaan dengan berbagai alasan, seperti tidak adanya jaminan produktivitas, keterbatasan infrastruktur, dan lain-lain. Pembatasan kerja fisik selama COVID-19 tentu mengubah hal ini, karena mau tidak mau, perusahaan terpaksa menggunakan solusi-solusi WFH agar perusahaan tetap beroperasi.

Solusi paling awal yang dengan cepat diterima adalah video call (VC) untuk menggantikan rapat. Mulai dari Presiden hingga pegawai biasa mulai terbiasa menggunakan fasilitas VC ini. Banyak perusahaan di Indonesia sudah menggunakan Microsoft Teams sebelum COVID-19, dan mereka langsung memanfaatkan fasilitas rapat virtual yang disediakan, baik hanya suara maupun termasuk video. Banyak perusahaan lain yang mulai menggunakan fasilitas ini sejak COVID-19. Beberapa perusahaan bahkan melangkah lebih jauh dan mulai memanfaatkan fasilitas kolaborasi lain yang disediakan oleh Microsoft Teams, seperti diskusi grup, berbagi dokumen, bekerja bersama secara virtual, dan lain-lain.

Gambar 1. Microsof Teams Video Call (gambar diambil dari https://techcommunity.microsoft.com/t5/microsoft-teams-blog/9-tips-for-meeting-with-microsoft-teams/ba-p/151444)

Solusi lain yang mulai dimanfaatkan adalah virtual deskop (biasa disebut VDI). Tidak semua perusahaan bisa menyediakan komputer untuk digunakan oleh karyawan di rumah, dan tidak semua karyawan memiliki komputer pribadi. Atau mungkin karyawan memiliki komputer pribadi tetapi kemampuannya tidak memadai. Solusi VDI memungkinkan karyawan menggunakan komputer pribadi, tablet, ataupun ponsel untuk mengakses komputer virtual di cloud, contohnya Azure Windows Virtual Desktop, dan segera dapat bekerja seakan-akan menggunakan komputer milik perusahaan. Biasanya komputer virtual ini sudah dilengkapi dengan semua software yang dibutuhkan untuk bekerja, seperti Microsoft Office, atau aplikasi Line of Business lainnya. VDI juga mengurangi resiko keamanan yang mungkin terjadi jika menggunakan komputer pribadi yang fasilitas keamanannya tidak selengkap komputer perusahaan.

Gambar 2. Azure Windows Virtual Desktop (gambar diambil dari https://techcommunity.microsoft.com/t5/windows-it-pro-blog/getting-started-with-windows-virtual-desktop/ba-p/391054)

Pembelajaran Jarak Jauh (Remote Learning)

Karena sekolah juga ditutup, maka pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi solusi. Sekolah-sekolah dan kursus-kursus yang telah memiliki fasilitas PJJ langsung segera memanfaatkannya. Sekolah dan kursus lain terpaksa berkejaran dengan waktu untuk menyediakan fasilitas ini. Tentunya harus diakui, masih terdapat banyak sekolah yang tidak dapat melakukan PJJ karena keterbatasan fasilitas, dana, dan infrastruktur.

Bagi sekolah (dan kursus) yang dapat menyediakan PJJ, solusi yang mirip dengan WFH digunakan. Seperti VC menggantikan tatap muka dengan guru, membagikan bahan ajar dan tugas melalui email dan portal sekolah, dan lain-lain. Dibutuhkan waktu bagi guru dan murid untuk menyesuaikan diri, akan tetapi fasilitas ini sangat membantu agar para pelajar tidak tertinggal jauh karena COVID-19.

Belanja Daring (Online Shopping)

Belanja daring (online shopping / e-commerce) sudah lama ada dan sudah memiliki volume penjualan yang tinggi di Indonesia. COVID-19 mendorong lebih banyak lagi pembelanjaan daring, untuk berbagai keperluan, mulai dari belanja keperluaan sehari-hari, belanja keperluan kantor dan sekolah, dan lain-lain. Saya pribadi, yang selama ini tidak terlalu banyak berbelanja online, dipaksa untuk menggunakannya, mulai dari belanja sehari-hari, membeli makanan, membeli keperluan rumah, mengganti peralatan elektronik yang rusak, dan lain-lain.

Saya bahkan melakukan pembelanjaan secara daring untuk hal-hal yang tidak saya pikirkan sebelumnya. Ketika pendingin ruangan di rumah saya rusak, saya menghubungi toko menggunakan WhatsApp, memilih produk dari PDF yang diberikan, dan membayar menggunakan Mobile Banking. Hal yang sama terjadi ketika saya membutuhkan matras dan peralatan lainnya agar anak saya bisa kursus balet dan gimnastik di rumah. Bahkan memanggil teknisi untuk perawatan mobil di rumah saya lakukan secara daring.

Acara Virtual (Virtual Events)

Dengan dibatasinya penyelenggaraan acara-acara fisik, maka acara virtual menjadi pilihan. Banyak sekali kita temukan acara virtual berbentuk webinar, talkshow virtual, dan lain-lain. Atau bahkan acara virtual besar-besaran seperti Microsoft BUILD yang berjalan selama 48 jam non-stop dengan pembicara dari seluruh dunia. Ada banyak aksi kreatif seperti rekaman paduan suara dan grup musik yang menggabungkan rekaman suara dan video dari rumah masing-masing anggota. Bahkan acara ibadah pun dilakukan secara live streaming menggunakan YouTube.

Gambar 3. Webinar di salah satu komunitas teknologi (gambar diambil dari https://www.youtube.com/watch?v=lnx3urwB8kA)

Acara-acara olah raga juga mencoba mencari bentuk lain. Para pengemudi F1 bertanding secara virtual menggunakan aplikasi e-sport. Pertandingan sepak bola tanpa penonton dibuat lebih meriah dengan suara dukungan dari pendukung melalui pengeras suara di stadion. Dan masih banyak lagi.

Dokter Jarak Jauh (Telemedicine)

Rumah Sakit dan praktek dokter menjadi lokasi yang berusaha dihindari oleh semua orang selama pandemi ini, dengan alasan yang cukup jelas. “Ini bukan saat yang tepat untuk sakit”, kata semua orang. Akan tetapi, ketika memang ada kebutuhan untuk konsultasi dengan dokter, mau tidak mau harus mengambil resiko dan datang ke Rumah Sakit atau ke praktek dokter.

Solusi telemedicine tentunya menjadi alternatif. Seorang rekan saya yang anaknya mendapat musibah tersiram air panas mencoba menggunakan salah satu aplikasi dari startup local dan berhasil berkonsultasi dengan dokter menggunakan VC, dan mendapatkan pengobatan yang tepat. Banyak Rumah Sakit dan dokter yang juga mulai memberikan layanan serupa.

Beberapa apotek juga menyediakan pemesanan obat melalui aplikasi ataupun WhatsApp. Tentunya ditambahkan dengan pengantaran gratis. Layanan yang tentunya sangat membantu semua orang.

Pemerintahan daring (E-government)

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pemerintah sering menjadi pihak yang paling akhir memanfaatkan teknologi. Keharusan untuk hadir secara fisik di kantor pemerintahan untuk mengurus berbagai hal sudah menjadi hal biasa yang harus dilalui banyak orang. Dengan COVID-19 ini, bahkan pemerintah sekalipun dipaksa untuk menjalani transformasi. Salah seorang saudara saya memperpanjang ijin praktek dokter dengan menggunakan portal salah satu pemerintah daerah, melengkapi semua dokumen yang diperlukan secara digital, dan mendapatkan surat ijin secara digital juga. Pemerintah DKI Jakarta, yang mengharuskan warga memilik Surat Ijin Keluar Masuk (SIKM) jika meninggalkan atau mendatangi Jakarta, juga melakukan seluruh proses ijin SIKM ini secara daring. Kepolisian juga mulai melakukan pembayaran pajak kendaraan secara daring.

Lainnya

Masih ada banyak contoh lain, ketika perusahaan dipaksa berubah karena pandemi COVID-19 ini. Sebuah perusahaan taksi mulai menyediakan jasa pengantaran barang dan makanan, yang tentunya bisa dipesan menggunakan aplikasi. Banyak hotel menyediakan jasa penyediaan makanan yang bisa dipesan melalui aplikasi, WhatsApp, ataupun website hotel.

Dampak jangka panjang

Tentunya masih tersisa pertanyaan: apakah transformasi ini permanen? Atau akan hilang dengan menghilangnya batasan-batasan akibat pandemi COVID-19?

Saya pribadi yakin bahwa akan ada dampak permanen, walaupun tidak di semua industri, dan tidak untuk semua orang. Transformasi digital yang “dipaksakan” ini menjadi sebuah percobaan skala besar yang akan menjadi referensi bagi banyak orang di masa depan. Apabila terbukti bahwa produktivitas tidak menurun ketika WFH, apakah perusahaan masih bisa menolak menerapkan flexible work arrangement? Apabila saya sudah merasakan mudahnya berbelanja kebutuhan sehari-hari secara daring, apakah saya masih akan sering berbelanja secara fisik ke toko? Apabila masyarakat sudah merasakan nyamannya mengurus berbagai ijin secara daring, apakah pemerintah masih bisa menutup fasilitas ini?

Akan tetap ada layanan yang mayoritas kembali dilakukan secara fisik, seperti sekolah, kursus, dokter, dan acara olah raga. Tapi akan ada banyak layanan yang akan menggabungkan fasilitas fisik dan daring, karena para pengguna sudah merasakan langsung kenyamanan dan kemudahannya.

Profil Penulis

Irving Hutagalung adalah seorang praktisi teknologi yang saat ini bekerja sebagai Senior Cloud Solution Architect di Microsoft. Irving aktif mengisi acara di komunitas teknologi dan membuat content video, artikel blog, dan podcast. Irving juga aktif di media sosial (@ihutagalung di LinkedIn dan Twitter) dan sering berbagi pengetahuan dan pendapat di sana. Irving adalah alumni Teknik Informatika ITB dan saat ini sedang menyelesaikan program MBA di ITB. Telah menikah dan dikaruniai dua orang anak, Irving dan keluarga saat ini tinggal di Tangerang Selatan, Banten.

Leave a comment

Your email address will not be published.