Monthly Archives: June 2020
Mengelola risiko baik dalam sebuah proyek, kegiatan operasional hingga perusahaan merupakan hal yang harus dilakukan untuk memastikan tujuan dari proyek, kegiatan operasional atau perusahaan tercapai sesuai dengan sasaran yang diharapkan. Merujuk kepada proses pengelolaan risiko menurut ISO 31000:2018, kegiatan penilaian risiko dimulai dari kegiatan identifikasi yang dilanjutkan dengan analisa dan evaluasi dari risiko tersebut. Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan proses penilaian risiko, dimana dalam level yang lebih detail dalam sebuah proses atau project dapat menggunakan pendekatan work breakdown structure (WBS). Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana WBS bisa digunakan untuk proses penilaian risiko dalam sebuah proyek atau proses bisnis, sehingga membantu pengguna dokumen untuk mengelola risikonya. Dimana dalam dokumen ini akan mencoba memberikan gambaran dalam proses SDLC waterfall.
Abstrak
Layanan keuangan dari perbankan menjadi salah satu elemen penting dalam siklus perekonomian. Misalnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), kredit usaha rakyat dapat menjadi salah satu kanal permodalan, baik untuk memulai atau mengakselerasi bisnisnya. Sayangnya, jumlah masyarakat unbanked (tidak tersentuh layanan bank) masih sangat tinggi di Indonesia. Sebagai langkah represif, inklusi keuangan digalakkan oleh berbagai pihak – kini yang paling kentara dilakukan teknologi finansial (finansial technology; fintech). Didukung teknologi seperti komputasi awan, kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, dan analisis data; kegiatan inklusi keuangan menjadi lebih efisien. Institusi keuangan non-perbankan dapat turut andil dengan tetap meminimalisir berbagai risiko yang mungkin terjadi. Dalam tulisan ini, diulas mengenai demokratisasi teknologi untuk membantu inklusi keuangan – baik yang sudah diaplikasikan maupun yang berpotensi untuk digunakan di kemudian hari.
Pentingnya Arsitektur Informasi
Pada dunia aplikasi web dan sistem informasi memiliki tatanan alur informasi yang selayaknya dipahami oleh masyarakat. Aplikasi web dan sistem informasi yang memiliki arsitektur informasi yang tepat akan memudahkan pengguna unruk melakukan navigasi, mencari informasi, dan memanfaatkan fitur aplikasi web yang dikembangkan. Sayangnya tidak semua web yang ada saat ini memenuhi kaidah arsitektur informasi yang benar. Arsitektur informasi yang tidak benar berakibat pada:
- banyak pengunjung yang bingung mencari informasi yang dibutuhkan
- Pengunjung mengalami overload informasi
- Navigasi yang sulit dipahami oleh manusia dan mesin pencari.
Bagi aplikasi web yang sudah terlanjur memiliki web operasional namun belum menerapkan konsep arsitektur informasi maka rekayasa balik arsitektur informasi solusinya. Rekayasa balik (Reverse Engineering) menjadi upaya untuk memahami kondisi existing dan kemudian melanjutkan untuk melakukan perbaikan dan pengembangan lebih lanjut dari arsitektur informasi yang sudah didapat.