Apakah Startup Harus Menuju Ke Financial Technology

FinTech di Indonesia

UMKM di Indonesia di tahun 2018 sudah mencapai 64.194. Peningkatan UMKM di Indonesia tentu tidak lepas dengan keberadaan startup dan ketersediaan permodalan. Faktanya, menurut OJK di tahun 2020 saja hanya 26% UMKM yang memanfaatkan teknologi finansial. Padahal kebutuhan teknologi finansial bagi UMKM menjadi semakin urgen dan dibutuhkan. Terlebih lagi di masa COVID 19 ketika cashless dan touchless payment dibutuhkan bagi pelaksanaan bisnis di Indonesia.

Pertanyaannya adalah mengapa 74% UMKM masih ragu bersentuhan dengan teknologi financial technology (FinTech)?

Ragam FinTech di Indonesia

FinTech di Indonesia tidak berbeda dengan FinTech di negara lain. Pertumbuhannya akan sangat bergantung pada tiga hal yakni internet, literasi digital, dan juga kebijakan pemerintah. Sebagai contoh pada saat Indonesia didera Covid-19 kemudian pemerintah Indonesia mendorong penggunaan cashless payment untuk mengurangi potensi penularan virus melalui uang maka banyak restoran memanfaatkan aplikasi smartphone, internet, dan FinTech untuk melakukan pemilihan menu, order, dan pembayaran. Indonesia setidaknya memiliki tiga ragam FinTech yakni:

  • FinTech Lending. FinTech yang berfokus pada proses peminjaman uang dengan pendekatan digital. Erat dengan bantuan permodalan atau pemberian pinjaman. Istilah Pay Later adalah contoh kesuksesan startup dalam mendorong FinTech Lending
  • FinTech Payment. FinTech yang berfokus pada proses pembayaran tunai. QRIS (Quick Response Indonesia Standard) adalah salah satu inisiatif Bank Indonesia dalam menyatukan payment provider seperti Dana, OVO, Go-Pay.
  • FinTech Implementation. FinTech yang berfokus pada proses penyiapan infrastruktur yang andal dalam melakukan proses transaksi keuangan. Technology Blockchain, STS (Security Token Services), hingga Payment Gateway adalah berbagai hal yang mungkin harus dipertimbangkan pada saat startup hendak melaju ke dunia FinTech

Startup apa yang membutuhkan FinTech?

Jawabannya tentu adalah semua startup yang membutuhkan transaksi finansial. Dengan kata lain baik Startup jasa yang berfokus pada jasa pembuatan perangkat lunak. Jika diurutkan adalah sebagai berikut:

  • Startup yang berfokus pada perdagangan
  • Startup yang berfokus pada jasa ditingkat pasar horizontal (misal berjualan kursus online melalui langganan)
  • Startup yang berfokus pada jasa ditingkat pasar vertikal (misal berjualan solusi perangkat lunak dan dijual ke perusahaan)

Jika Semua Membutuhkannya Kenapa Adopsi FinTech Melambat?

UMKM yang belum bersentuhan dengan FinTech bukan berarti tidak membutuhkannya. Penelitian Indrarini (2020) bahkan menyatakan bahwa FinTech Payment dan Lending menjadi kunci berjalannya implementasi FinTech. Namun demikian terdapat tantangan yang mengakibatkan FinTech melambat, yakni:

  • UMKM lebih memilih FinTech yang lebih konvensional dan sudah berjalan baik seperti misalnya menggunakan Bank Transfer / Virtual Account. Apalagi terdapat batasan FinTech dalam melakukan transfer dalam dana berjumlah besar (> 10 juta). Batasan batas transaksi FinTech Payment menjadi kendala melambatnya adopsi.
  • Ragam pembayaran yang masing-masing memiliki pasar tersendiri menyulitkan UMKM untuk mengadopsi satu kali untuk semuanya. Hal ini mendorong UMKM yang membutuhkan melakukan investasi dalam bentuk Payment Gateway yang menambah biaya kembali. Investasi tambahan yang harus dilakukan menjadi kendala melambatnya adopsi.
  • Pada saat berbicara transaksi maka keamanan menjadi prioritas dalam pelaksanaan FinTech. Tidak semua UMKM dapat memiliki kemampuan finansial untuk mengadopsi dan memelihara lingkungan yang aman seperti komputasi awan atau pembaruan berkala. Kesiapan infrastruktur dan kondisi infrastruktur saat ini menjadi kendala melambatnya adopsi.

Jadi kapan UMKM siap FinTech? biar waktu dan usaha yang menjawab

Referensi:

Nuriah Indrarini​. 2020. Implementasi Financial Technology untuk Kegiatan UMKM. Universitas Gadjah Mada.

 

Leave a comment

Your email address will not be published.